Rabu, 04 Januari 2012

Masih teringat ketika umurku masih 7-8 thun sebuah ritual yang sering terjadi ketika gigi imutku sudah saatnya dicabut.Sebuah kebiasaan yang selalu terjadi ketika masa “pencabutan” ini.
Dimulai dari naik angkot nomor  10 yang selalu menjadi pilihan untuk munuju ke lokasi.Ya jarak memang cukup jauh dari rumah sederhana kami.

Seperti kebanyakan anak kecil,peristiwa ini menjadi suatu adegan yang menegangkan. Dimana gigi yang mulai goyah dan bengkak akan terasa sakit sekali saat untuk makan atau lainya,belum lagi jika ada yang berlubang,akan menjadi lebih menyakitkan lagi ketika prosesnya nanti.

Awalnya menegangkan ketika menunggu namaku dipanggil.Bosan menunggu itu pasti tapi itu proses yang wajib dialami setiap pasien.Masih ingat aku kursi dari kayu yang terpasang membentuk persegi sesuai dengan bentuk ruangan.Dan hal-hal yang sering kulakukan adalah mengamati para pasien,dan ketika melihat ekspresi mereka ketika keluar ruang dokter menambah rasa takutku.
Saatnya tiba masuklah aku,sebenarnya ingin ditemani ayahku namun beliau menyuruhku untuk menghadapi ketakutan ini sendiri.Mungkin pesan beliau “Hadapilah ketakutanmu sendiri nak”.Ketika masuk langsung aku dipersilahkan duduk dikursi yang mirip kursi operasi.Dan dokter mulai beraksi.
Ketegangan demi ketegangan telah berlalu,kini gigi yang membuat galau beberapa mingguku telah pamit meninggalkan singgasana mulut mungl ini.
Rata-rata pergi ke dokter gigi sangat ditakuti anak-anak,namun ayahku memiliki strategi yang cukup ampuh untuk membujukku.Itulah kelebihan ayahku.

0 komentar:

Posting Komentar