Jumat, 11 November 2011



“Duhh...kenapa ni hujan makin deras aja sih..” ucap lelaki muda yang sedikit menggerutu. Mukanya yang semula menjadi ceria mulai kembali muram lagi. Ya itu aku.
“Tapi...kalau aku tak berangkat..tambah repot ntar..alamat potong gaji..TIDAKKK..”
Oke... kembali ku persiapkan keberangkatan.Kuambil sepeda merah “second” alias bekas,pemberian dari om ku yang jauuuhhh di sana.Perjalanan saja butuh 12 jam by bis malam,makanya kupilih kata jauh yang “cukup” untuk mewakilinya.
Jas hujan..SIAP! Sepatu bungkus plastik...SIAP! Bekal nasi...SIAP! Nggak ikhlas...??lhoh nggak nggak gak boleh seberat apapun harus ku hadapi..
“Oke mom..adi berangkat...”meluncur begitu saja dari mulutku.Padahal sih ku biasa panggil ibu atau mak...tapi kali ini berbeda,karena aku akan berangkat menerjang guyuran hujan yang lumayan leeeeebaat...hufh...Seandainya ada ember berkapasitas 15 liter diletakkan di luar maka hanya dalam waktu 10 menit akan terisi penuh..nah lebat bukan.(penggambaran yang tidak jelas...hehehe)
Kulihat di mata beliau ada perasaan tak tega melihat apa yang akan ku hadapi,sampai belaiau sempat membujukku.
“wes to..gak usah berangkat,hujan deras gini...”dengan bahasa ibu yang terucap sangat lembut,hingga sempat aku ingin menuruti kata beliau.Tapi...POTONG GAJI oh..NO..membuatku menjadi memilih nekat.
“Tenang bu...gak papa ko..santai saja..”kucoba kata ini untuk membuat menenangkan beliau.Jujur sebenarnya ada rasa malas berangkat tapi bagaimana lagi,bagiku tanggung jawab tidak bisa dialihkan begitu saja kecuali benar-benar mendadak dan mendesak.

Benar-benar deras tapi tak ada solusi lain hanya TERJANG.

“Hufh...oke siap...”sekali lagi kumantapkan niat,dengan memabyanhgkan apa yang akan ku terjang nanti semua terasa hambar. Dan it's show time...

 “Bu berangkat ya..Assalamu'alaikum”sambil kuucapkan salam dan kucium tangan beliau,meski masih ada rasa tak tega dari beliau tapi dengan seolah tegar ku pancarkan kepercayaan diri
agar rasa khawatir beliau agak berkurang.
Guyuran air hujan terasa tusukan lidi atau benda tumpul kurasakan dengan efek kecepatan kayuhan sepedaku yang berharap cepat sampai ke tujuan. Dalam guyuran hujan yang cukup lebat itu pikiranku tak berhenti berpikir dan terus memberikan semangat.Mencoba mendamaikan diri ini dengan keadaan yang mungkin terasa sangat berat.
Mengapa aku harus mengalami ini. Terasa tak adil untukku,sedangkan orang lain yang tak sebaik aku mendapat kemudahan dan jalan yang lebih ringan. Tapi aku yang sering beribadah dan tak lupa beramal baik,terasa dalam kesusahan. Seketika itu juga ada sebuah suara hati dalam hatiku berbisik mengingatkan.
“Mungkin aku tahu kenapa untuk mendapatkan sebuah benda yang indah bagus dan indah selalu dibayar dengan harga mahal,semua karena harga yang harus di bayar untuk memproses benda itu menjadi barang yang indah...dan jika ini harga yang harus dibayar untuk mendapatkan hidup yang lebih baik,sebuah harga untuk kesuksesan di masa depan,aku rela mebayarnya ribuan kali pun akan kubayar,demi anak-anakku kelak agar tak merasakan yang aku rasakan seperti ini. Demi hari-hari indah yang akan kujalani dengan anak dan istriku,demi lembaran yang bewarna akan kususun warna itu satu persatu mulai saat ini,demi sebuah pribadi yang lebih bijak serta tangguh dalam menjadi pemimpin.”linangan air mata ini mengalir,air mata yang keluar pada saat sedih,terpuruk,dan kebahagiaan yang timbul dalam kondisi mendamaikna diri dengan keadaan dan menguatkan.

“DEMI SEMUA ITU AKAN KU BAYAR BERAPAPUN HARGANYA...”Kata itu terlontar dari lidah yang menahan masuknya air hujan,kata yang tercurah dalam kondisi yang terpuruk,kata yang penuh dengan emosi positif uantuk berjuang menuju sebuah kehidupan,hidup yang lebih aik,hidup yang lebih hidup.
Sebuah masa depan yang diimpikan.

0 komentar:

Posting Komentar