“Duhh...kenapa ni hujan makin deras
aja sih..” ucap lelaki muda yang sedikit menggerutu. Mukanya yang
semula menjadi ceria mulai kembali muram lagi. Ya itu aku.
“Tapi...kalau aku tak
berangkat..tambah repot ntar..alamat potong gaji..TIDAKKK..”
Oke... kembali ku persiapkan
keberangkatan.Kuambil sepeda merah “second” alias bekas,pemberian
dari om ku yang jauuuhhh di sana.Perjalanan saja butuh 12 jam by bis
malam,makanya kupilih kata jauh yang “cukup” untuk mewakilinya.
Jas hujan..SIAP! Sepatu bungkus
plastik...SIAP! Bekal nasi...SIAP! Nggak ikhlas...??lhoh nggak nggak
gak boleh seberat apapun harus ku hadapi..
“Oke mom..adi berangkat...”meluncur
begitu saja dari mulutku.Padahal sih ku biasa panggil ibu atau
mak...tapi kali ini berbeda,karena aku akan berangkat menerjang
guyuran hujan yang lumayan leeeeebaat...hufh...Seandainya ada ember
berkapasitas 15 liter diletakkan di luar maka hanya dalam waktu 10
menit akan terisi penuh..nah lebat bukan.(penggambaran yang tidak
jelas...hehehe)
Kulihat di mata beliau ada perasaan tak
tega melihat apa yang akan ku hadapi,sampai belaiau sempat
membujukku.
“wes to..gak usah berangkat,hujan
deras gini...”dengan bahasa ibu yang terucap sangat lembut,hingga
sempat aku ingin menuruti kata beliau.Tapi...POTONG GAJI
oh..NO..membuatku menjadi memilih nekat.
“Tenang bu...gak papa ko..santai
saja..”kucoba kata ini untuk membuat menenangkan beliau.Jujur
sebenarnya ada rasa malas berangkat tapi bagaimana lagi,bagiku
tanggung jawab tidak bisa dialihkan begitu saja kecuali benar-benar
mendadak dan mendesak.
Benar-benar deras tapi tak ada solusi
lain hanya TERJANG.
“Hufh...oke siap...”sekali lagi
kumantapkan niat,dengan memabyanhgkan apa yang akan ku terjang nanti
semua terasa hambar. Dan it's show time...
“Bu berangkat
ya..Assalamu'alaikum”sambil kuucapkan salam dan kucium tangan
beliau,meski masih ada rasa tak tega dari beliau tapi dengan seolah
tegar ku pancarkan kepercayaan diri
agar rasa khawatir beliau agak
berkurang.
Guyuran air hujan terasa tusukan lidi
atau benda tumpul kurasakan dengan efek kecepatan kayuhan sepedaku
yang berharap cepat sampai ke tujuan. Dalam guyuran hujan yang cukup
lebat itu pikiranku tak berhenti berpikir dan terus memberikan
semangat.Mencoba mendamaikan diri ini dengan keadaan yang mungkin
terasa sangat berat.
Mengapa aku harus mengalami ini.
Terasa tak adil untukku,sedangkan orang lain yang tak sebaik aku
mendapat kemudahan dan jalan yang lebih ringan. Tapi aku yang sering
beribadah dan tak lupa beramal baik,terasa dalam kesusahan. Seketika
itu juga ada sebuah suara hati dalam hatiku berbisik mengingatkan.
“Mungkin aku tahu kenapa untuk
mendapatkan sebuah benda yang indah bagus dan indah selalu dibayar
dengan harga mahal,semua karena harga yang harus di bayar untuk
memproses benda itu menjadi barang yang indah...dan jika ini harga
yang harus dibayar untuk mendapatkan hidup yang lebih baik,sebuah
harga untuk kesuksesan di masa depan,aku rela mebayarnya ribuan kali
pun akan kubayar,demi anak-anakku kelak agar tak merasakan yang aku
rasakan seperti ini. Demi hari-hari indah yang akan kujalani dengan
anak dan istriku,demi lembaran yang bewarna akan kususun warna itu
satu persatu mulai saat ini,demi sebuah pribadi yang lebih bijak
serta tangguh dalam menjadi pemimpin.”linangan air mata ini
mengalir,air mata yang keluar pada saat sedih,terpuruk,dan
kebahagiaan yang timbul dalam kondisi mendamaikna diri dengan keadaan
dan menguatkan.
“DEMI SEMUA ITU AKAN KU BAYAR
BERAPAPUN HARGANYA...”Kata itu terlontar dari lidah yang menahan
masuknya air hujan,kata yang tercurah dalam kondisi yang
terpuruk,kata yang penuh dengan emosi positif uantuk berjuang menuju
sebuah kehidupan,hidup yang lebih aik,hidup yang lebih hidup.
Sebuah masa depan yang diimpikan.
0 komentar:
Posting Komentar